Deskripsi
Indah Lesehan Bu Anny. Warung lesehan yang berlokasi di pinggir Jalan HOS Cokroaminoto, Slawi, Kabupaten Tegal itu sejak Rabu (29/5) membuat gempar, terutama di dunia maya. Hanya warung biasa yang menjual aneka hidangan ala Lamongan dan seafood. Namanya langsung ngehit begitu ada warganet yang menuturkan pengalamannya di media sosial kalau ia baru makan di tempat tersebut dan harus membayar harga sampai Rp 700 ribu. "Padahal cuma pesan kepiting, udang, cumi, nasi dan es teh 2," ceritanya.
Curhatnya seolah menjadi pembuka. Karena setelah itu, bermunculan banyak nota serupa disertai curhat dari para pembeli yang lain. Bahkan ada yang mengaku harus membayar sampai Rp 1,7 juta hingga uang yang disiapkan untuk lebaran pun ludes.
Cerita serupa lesehan Bu Anny bukan hal baru. Hampir tiap waktu, terutama di sekitar arus mudik dan balik Lebaran, selalu ada kejadian yang mirip. Sebagai misal di 2018 lalu, seorang pemudik yang dalam perjalanan dari Madiun ke Bogor mengeluhkan mahalnya harga di sebuah warung di Petarukan, Pemalang. Pemudik ini mengaku membeli 10 tusuk sate, tiga sop kambing, segelas kopi hitam, kopi jahe, dan teh tawar. Untuk itu ia harus membayar hingga Rp 400 Ribu.
Tahun sebelumnya, kehebohan datang dari Jepara. Seorang warga yang memanfaatkan libur lebaran untuk mengunjungi Pantai Bandengan dibuat syok setelah makan di sebuah warung di pinggir pantai. Dia harus membayar hingga Rp 2,3 Juta untuk beberapa hidangan seafood, nasi putih dan minuman.
Para pembeli ini merasa kecewa karena dalam bayangan mereka, dengan memilih makan di warung kakilima, mereka akan mendapatkan hidangan yang lezat dan tentu saja harga terjangkau di kantong. Sementara penjual berusaha mengeruk keuntungan dengan memanfaatkan momen lebaran.
Sayangnya penjual ini lupa kalau di era sekarang, satu kejadian dan pengalaman seseorang sangat mudah tersebar saat mereka menuliskannya di media sosial. Berita itu menjadi viral, tak terbendung menembus batas-batas wilayah.
Kini, sebagai misal, pemudik jadi tahu kalau lesehan Bu Anny memasang harga yang sangat mahal. Akibatnya pun langsung dirasakan oleh Bu Anny. Sehari setelah berita tentang warungnya viral, ia kehilangan pembeli. Dengan raut sedih Bu Anny Bercerita kalau malam itu hanya ada satu pembeli yang mampir.
Serupa Bu Anny, warung sederhana di Petarukan Pemalang juga merasakan hal serupa. Setelah berita viral, bahkan warung di sekitarnya pun ikut terdampak. Mereka yang tak tahu apa-apa juga dijauhi pembeli. Jika benar para penjual ini sengaja melipatgandakan harga dan memanfaatkan momen lebaran untuk mengeruk keuntungan sebesar mungkin, tentu sangat disayangkan.
Karena semestinya saat seperti ini justru dimanfaatkan untuk menunjukkan identitas yang baik kepada pemudik yang lewat bahwa di tempat (daerah) mereka, kuliner yang disajikan harga terjangkau, rasa lezat dan pelayanan juga ramah. Dengan cara ini, pemudik takkan ragu mampir lagi atau bahkan menuliskan pengalaman indahnya hingga yang viral adalah hal positif.
Curhatnya seolah menjadi pembuka. Karena setelah itu, bermunculan banyak nota serupa disertai curhat dari para pembeli yang lain. Bahkan ada yang mengaku harus membayar sampai Rp 1,7 juta hingga uang yang disiapkan untuk lebaran pun ludes.
Cerita serupa lesehan Bu Anny bukan hal baru. Hampir tiap waktu, terutama di sekitar arus mudik dan balik Lebaran, selalu ada kejadian yang mirip. Sebagai misal di 2018 lalu, seorang pemudik yang dalam perjalanan dari Madiun ke Bogor mengeluhkan mahalnya harga di sebuah warung di Petarukan, Pemalang. Pemudik ini mengaku membeli 10 tusuk sate, tiga sop kambing, segelas kopi hitam, kopi jahe, dan teh tawar. Untuk itu ia harus membayar hingga Rp 400 Ribu.
Tahun sebelumnya, kehebohan datang dari Jepara. Seorang warga yang memanfaatkan libur lebaran untuk mengunjungi Pantai Bandengan dibuat syok setelah makan di sebuah warung di pinggir pantai. Dia harus membayar hingga Rp 2,3 Juta untuk beberapa hidangan seafood, nasi putih dan minuman.
Para pembeli ini merasa kecewa karena dalam bayangan mereka, dengan memilih makan di warung kakilima, mereka akan mendapatkan hidangan yang lezat dan tentu saja harga terjangkau di kantong. Sementara penjual berusaha mengeruk keuntungan dengan memanfaatkan momen lebaran.
Sayangnya penjual ini lupa kalau di era sekarang, satu kejadian dan pengalaman seseorang sangat mudah tersebar saat mereka menuliskannya di media sosial. Berita itu menjadi viral, tak terbendung menembus batas-batas wilayah.
Kini, sebagai misal, pemudik jadi tahu kalau lesehan Bu Anny memasang harga yang sangat mahal. Akibatnya pun langsung dirasakan oleh Bu Anny. Sehari setelah berita tentang warungnya viral, ia kehilangan pembeli. Dengan raut sedih Bu Anny Bercerita kalau malam itu hanya ada satu pembeli yang mampir.
Serupa Bu Anny, warung sederhana di Petarukan Pemalang juga merasakan hal serupa. Setelah berita viral, bahkan warung di sekitarnya pun ikut terdampak. Mereka yang tak tahu apa-apa juga dijauhi pembeli. Jika benar para penjual ini sengaja melipatgandakan harga dan memanfaatkan momen lebaran untuk mengeruk keuntungan sebesar mungkin, tentu sangat disayangkan.
Karena semestinya saat seperti ini justru dimanfaatkan untuk menunjukkan identitas yang baik kepada pemudik yang lewat bahwa di tempat (daerah) mereka, kuliner yang disajikan harga terjangkau, rasa lezat dan pelayanan juga ramah. Dengan cara ini, pemudik takkan ragu mampir lagi atau bahkan menuliskan pengalaman indahnya hingga yang viral adalah hal positif.
Kuliah Beasiswa...?? Klik Disini
Gambar : TribunJateng.com
Sumber : TribunJateng.com
Tambahkan ulasan