Deskripsi
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Kudus Muhammad Tamzil dan delapan orang lainnya pada Jumat (26/7/2019). Diduga terjadi transaksi suap yang melibatkan Tamzil dan calon kepala dinas setempat. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) itu, KPK juga mengamankan sejumlah uang yang totalnya masih dihitung. Transaksi tersebut diduga suap pengisian jabatan. Saat ini, Tamzil dan delapan orang lainnya masih menjalani pemeriksaan intensif selama 1x24 jam untuk menetapkan status hukumnya.
Ternyata, Tamzil pernah menjejakkan kaki di lubang yang sama beberapa tahun lalu. Saat itu, di posisinya sebagai Bupati Kudus 2003-2008. Saat itu ia melakukan korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004-2005. Namun, perkara itu baru ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus pada 2014. Hakim Pengadilan Negeri Kudus menjatuhkan vonis pidana satu tahun dan sepuluh bulan penjara atau 22 bulan pada Februari 2015. Tamzil juga dikenai denda Rp 100 juta atau setara dengan tiga bulan kurungan. Hakim menyimpulkan bahwa Tamzil telah terbuti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama. Secara umum, hakim sependapat dengan jaksa dari Kejaksaan Negeri Kudus. Bekas staf ahli Gubernur Jawa Tengah itu terbukti telah menyalahgunakan wewenang yang ada padanya dalam perkara tersebut. Hakim juga mencatat bahwa Tamzil telah memerintahkan Ruslin selaku Kepala Dinas Pendidikan sekaligus pengguna anggaran untuk membayarkan dana ke pihak ketiga, yakni Abdul Gani selaku direktur PT Gani and Son sebesar Rp 21,8 miliar. Saat perintah pencairan tersebut, Tamzil telah menyalahgunakan wewenangnya lantaran meminta pencairan terlebih dulu, sementara anggaran belum tersedia atau belum disahkan bersama di DPRD pada 2004.
Kerugian yang dihitung BPKP menyebut ada dana negara yang hilang sebesar Rp 2,8 miliar. Dana itulah yang dihitung sebagai kerugian negara. Namun, Rp 1,8 miliar di antaranya telah dikembalikan oleh terdakwa lain. Sisa Rp 1,003 miliar seluruhnya dibebankan kepada pihak rekanan.
Ia selesai menjalani masa hukumannya dan bebas pada Desember 2015. Kemudian, pada 2018 ia kembali mencalonkan diri sebagai bupati Kudus dan kembali terpilih. Kini, Tamzil kembali diciduk dalam kasus korupsi saat baru 10 bulan menjabat bupati Kudus. Ia masuk ke lubang yang sama setelah hampir tiga tahun menghirup udara bebas. OTT KPK Dalam operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (26/7/2019), KPK mengamankan uang Rp 200 juta yang diduga sebagai suap terkait pengisian jabatan. Pada OTT kali ini KPK juga mengamankan calon kepala dinas. "Kami menduga bukan hanya pemberian yang terkait dengan kegiatan tangkap tangan ini yang terjadi. Tapi sebelumnya juga sudah ada beberapa pemberian karena ada beberapa jabatan kosong juga," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat malam. Oleh karena itu, lanjut dia, KPK sedang mendalami lebih jauh terkait dugaan suap pengisian jabatan ini. "Tentu perlu kami dalami lebih lanjut nantinya, baik dalam proses pemeriksaan kali ini maupun pemeriksaan selanjutnya," ujar dia. KPK akan membawa Tamzil dan orang-orang yang diamankan dalam OTT ini pada Sabtu (27/7/2019) pagi ke Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut. KPK memiliki waktu 1X24 jam untuk menentukan status hukum dari orang-orang yang diamankan.
Ternyata, Tamzil pernah menjejakkan kaki di lubang yang sama beberapa tahun lalu. Saat itu, di posisinya sebagai Bupati Kudus 2003-2008. Saat itu ia melakukan korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004-2005. Namun, perkara itu baru ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus pada 2014. Hakim Pengadilan Negeri Kudus menjatuhkan vonis pidana satu tahun dan sepuluh bulan penjara atau 22 bulan pada Februari 2015. Tamzil juga dikenai denda Rp 100 juta atau setara dengan tiga bulan kurungan. Hakim menyimpulkan bahwa Tamzil telah terbuti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama. Secara umum, hakim sependapat dengan jaksa dari Kejaksaan Negeri Kudus. Bekas staf ahli Gubernur Jawa Tengah itu terbukti telah menyalahgunakan wewenang yang ada padanya dalam perkara tersebut. Hakim juga mencatat bahwa Tamzil telah memerintahkan Ruslin selaku Kepala Dinas Pendidikan sekaligus pengguna anggaran untuk membayarkan dana ke pihak ketiga, yakni Abdul Gani selaku direktur PT Gani and Son sebesar Rp 21,8 miliar. Saat perintah pencairan tersebut, Tamzil telah menyalahgunakan wewenangnya lantaran meminta pencairan terlebih dulu, sementara anggaran belum tersedia atau belum disahkan bersama di DPRD pada 2004.
Kerugian yang dihitung BPKP menyebut ada dana negara yang hilang sebesar Rp 2,8 miliar. Dana itulah yang dihitung sebagai kerugian negara. Namun, Rp 1,8 miliar di antaranya telah dikembalikan oleh terdakwa lain. Sisa Rp 1,003 miliar seluruhnya dibebankan kepada pihak rekanan.
Ia selesai menjalani masa hukumannya dan bebas pada Desember 2015. Kemudian, pada 2018 ia kembali mencalonkan diri sebagai bupati Kudus dan kembali terpilih. Kini, Tamzil kembali diciduk dalam kasus korupsi saat baru 10 bulan menjabat bupati Kudus. Ia masuk ke lubang yang sama setelah hampir tiga tahun menghirup udara bebas. OTT KPK Dalam operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (26/7/2019), KPK mengamankan uang Rp 200 juta yang diduga sebagai suap terkait pengisian jabatan. Pada OTT kali ini KPK juga mengamankan calon kepala dinas. "Kami menduga bukan hanya pemberian yang terkait dengan kegiatan tangkap tangan ini yang terjadi. Tapi sebelumnya juga sudah ada beberapa pemberian karena ada beberapa jabatan kosong juga," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat malam. Oleh karena itu, lanjut dia, KPK sedang mendalami lebih jauh terkait dugaan suap pengisian jabatan ini. "Tentu perlu kami dalami lebih lanjut nantinya, baik dalam proses pemeriksaan kali ini maupun pemeriksaan selanjutnya," ujar dia. KPK akan membawa Tamzil dan orang-orang yang diamankan dalam OTT ini pada Sabtu (27/7/2019) pagi ke Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut. KPK memiliki waktu 1X24 jam untuk menentukan status hukum dari orang-orang yang diamankan.
Tambahkan ulasan